Sabtu, 17 Juli 2010

kesakitan ini sendiri

Hpku bergetar beberapa kali. Sengaja hp ini kumode dioam, aku sedang tidak tertarik dengan segala bentuk berisik. Kutekan tombol jawab dan kudekatkan bagian speaker ke telingan.Aku sudah tahu siapa yang menelepon dari nama yang tertera di layar tetapi aku berpura-pura cuek saja. "Halo."
"Halo, gimana sakitnya?"
"Gimana gimana maksudmu?" jawabku dengan rasa sebal.
"Ya gimana, masih sakit banget?"
"Ya jelas lah! Emang kamu kira ni sakit pernah absen apa?"
"Sakit banget ya?"
"Banget,"Jawabku lirih sambil menahan rasa perih yang menggigit.
"Coba dibasuh air, siapa tahu reda."
"Udah, barusan aja aku dari belakang."
"yaudah biarin aja nanti juga sembuh."
Diam sejenak diantara kami.
"Kalau nggak sembuh gimana?"tanyaku pelan.
"Ya diperiksainlah!"
Diam lagi.
"Kamu nggak takut aku kena kanker?"kali ini tanyaku amat sanat pelan. Sepertinya aku sendiri takut untuk sekedar menanyakannya.
"Enggaklah! Jangan berfikir macam-macam dong! Nanti juga sembuh."
kata-kata itu justru membuatku kalap.
"Kamu nggak tahu seberapa sakitnya sih!" Langsung kuputuskan sambungan telepon itu. Aku benar-benar tak habis pikir denganmu. Kamu seperti tidak mau dengan rasa sakit ini. Padahal kamu selalu ingin aku sehat agar selalu ada ketika akmu butuhkan. Tapi kala aku sakit, kamu seperti nggak mau tahu. Coba rasain pedihnya, ini karena ulahmu juga.
Aku menatap nanar pada ceceran darah di lantai kamar. Aku sendiri saja di kost ini. Teman-temanku pulang ke kampung halaman masing-masing, menghabiskan waktu libur untuk mengobati kerinduan sanak saudara.
Aku terkenang pada ibuku di rumah. Betapa beliau akan merawatku dengan sepenuh kasihnya bila mengetahui aku sedang sakit. Betapa senyumnya saja akan meredakan gigitan perih.
Aku mengusap air mata yang meleleh. Entahlah, akhir-akhir ini aku sering terkenang pada ibuku. Aku merindukannya. Aku ingin berlutut memohon maaf padanya un tuk segala kesalahanku yang mungkin tak diketahuinya.
Hpku diam saja semenjak kuputuskan hubungan telepon tadi. Berarti diapun tidak merasa khawatir akan keadaanku.
Ah, mungkin memang ini ganjaran untuk apa-apa yang sudah aku lakukan. Aku masih mengingat semuanya, segala dosa itu. Aku tak ingin menambahnya dengan segala macam sumpah serapah.
Aku bangkit ke belakang. Kutahan segala sakit yang berkecamuk di badan. Dengan tertatih aku menuju kamar mandi. Niatku mengambil air wudlu, sekedar membersihkan jiwaku meski serupa usapan ujung jari kelingking. Namun niatku tak bsa terlaksana karena kakiku menolak melangkah dan badanku goyah. Aku tak ingat apa-apa lagi kecuali rasa sakit yang sekarang tak lagi tajam menggigit.