Kamis, 31 Desember 2009

SEPENGGAL KISAH AKHIR TAHUN

Aku membuka mata dengan setengah terkejut. Entah apa yang sesungguhnya membuatku terbangun tiba-tiba seperti itu. Menuruti naluri aku segera meraih handphone yang tergeletak di sampingku. Aku juga tak tahu apa yang kuharapkan nampang di layar hp selain jam digital yang menunjukkan pukul 04.44.
Pelan-pelan aku mencoba mengumpulkan ingatan. Aku merasa ada momen pahit yang kutinggalkan sebelum aku terlelap. Ah,itu rupanya! Memang tak jauh dari hp, momen itu tentang sms dari mas Endra yang kurasa begitu menyakitkan.
Namun aku merasa masih ada yang tertinggal. Kutilik lagi layar hp, kubuka inbox. Tidak ada nama itu. Berarti dia memang nggak sms aku semalem. Aku merasa ada rasa pahit yang semakin menohok. Ah,dua orang laki-laki itu tak henti-hentinya berulah mempermainkan warna hatiku.
Mas Endra,statusnya memang mantan pacarku. Tapi entah kenapa bayangnya belum juga hilang meskipun kami telah terpisah 100-an km selama lebih dari 4 bulan. Hubungan kami juga sangat muda, cuma 2 bulan. Tapi entah kenapa 2 bulan itu begitu melekat di memoriku.
Semalam ia mengirim beberapa sms yang isinya bener-bener gak mutu menurutku. Ia bercerita tentang cewek barunya yang dengan panjang lebar ia paparkan betapa istimewanya cewek itu. Tentu saja aku merasa muak, aku akui itu. Muakku bukan karena ia memuji-muji cewek laen. Swear, Bukan! Aku muak dengan ceritanya ta tentang cewek lain yang kesemuanya berakhir dengan omong-kosong.
Hanya karena menghargai dirinyalah aku menanggapi sms itu. Tapi aku bukan waduk penampung air hujan yang tidak bisa meluap. Lama-lama aku ngerasa jenuh juga. Akhirnya aku membalas sms itu dengan nada yang cukup pedas. Tak kusangka balasan mas Endra membuatku melotot.
"Krn g pgn khlgn km mkne q g konsisten dgn kt2q.
'Bila rasaq in rasamu' km pst isa ngrti prsaanq.
tp km skrg malesi.Smsmu g enak bgt. Qbenci km...benci banget.....
Bubye cintaq yg dl....."
Deg.
Sesaat aku seperti trans usai membaca sms itu. Ah, jadi iapun merasa kalo aku jadi jutek padanya. Aku memang nggak mau ngerti perasaannya. Aku sengaja. Semata-mata karena aku pengen menutup cerita kami dan memberikan cintaku seutuhnya pada mas Aris,cowokku sekarang.
Tentu saja aku sakit membaca sms itu. Aku paling benci dengan ucapan selamat tinggal dalam bahasa apapun! Aku nggak pengen kehilangan mas Endra walaupun hubungan kami sudah berakhir. Serakahkah aku? Ya. Kuakui aku memang serakah.
Rupanya sms itulah yang membekaskan rasa pahit hingga aku terbangun pagi ini. Tapi, aku merasa masih ada hal lain yang menyakitkan pula. Sama sekali bukan dari mas Endra.
Aku kembali memutar rekaman ingatanku, berharap menemukan sebuah jawaban.
Oh,aku tahu! Ada sesuatu yang kutunggu sebenarnya. Tapi sesuatu itu tak kutemui kala aku membuka mata. Aku menunggu sms dari mas Aris. Sejak aku pulang kerja jam 10 malam tadi dia nggak mengirimkan satu sms pun. Apalagi telepon.
Aku bukan sok manja menunggu dia mengirimiku sms. Aku hanya ingin tahu bagaimana reaksinya jauh dariku. Tapi nyatanya....
Ini kepahitan yang kurasa bener-bener menusuk hati. Di hari-hari menjelang pergantian tahun aku melewati waktu sendirian. Mas Aris, cowokku, justru pergi. Katanya sih nganter sodaranya nikahan di Surabaya disambung nganterin bulan madu ke Bali. Tapi mana bisa aku percaya begitu saja! Bukan karena aku nggak mau percaya dengan pacar sendiri tapi masalahnya alasan itu kerasa banget dibuat-buat. Yang bener aja, masak nganterin bulan madu sampe seminggu?! Mau ngapain coba??? Ngepas tahun baru lagi! Aku ingat benar dia dulu pernah cerita tentang rencana bareng teman-temannya untuk menghabiskan malam pergantian tahun di Bali. Nah, klop kan?!
Jujur aja aku keki banet dia pergi. Apalagi dia pamit padaku hanya lewat sms. Itupun setelah aku tanya dulu udah berangkat apa belum! Memang dia kasih penjelasan kenapa dia nggak bisa pamit begitu ia berangkat. Yang alasan terburu-buru baru pulang kerjalah, yang celana panjangnya ketinggalanlah, yang harus bolak-baliklah!
Siapa yang nggak sebel coba?! Apalagi ditambah nggak ada kabar sampai sekarang, semalaman setelah ia berangkat! Berapa detik sih buat ngetik sms nanya udah makan apa belum, atau basa-basi apa kek!
Flash back ingatan yang menyebalkan itu kulakukan cukup lama, dengan badan telentang dan mata setengah mengantuk. Setelah kurasa semua ingatanku lengkap aku kembali meraih hp. Kubuka dan kubaca sms-sms semalem. Memang benar nggak ada sms dari Mas Aris. Dan emang benar mas Endra bilang selamat tinggal ke aku.
Rasa pahit yang nggak jelas tadi mulai berubah menjadi kesedihan. Kenapa ketika aku bisa membuat jarak dengan mas Endra justru mas Aris sedang jauh dariku. Apa aku memang enggak seharusnya menyakiti hati mas Endra dengan tetap menjaga sikap dan perasaanku seperti dulu, sekaligus menjalani kisah baru dengan mas Aris?
Enggak! Itu nggak fair....
Aku sudah memutuskan untuk menjalani kisah dengan mas Aris, so aku harus mengambil konsekwensinya. Aku nggak boleh ngebiarin perasaanku bergulat dengan bayangan mas Endra. Aku harus konsisten....
Yah, pikiran itu mulai ngefek di kepalaku. Separuh kepalaku bagian kiri mulai terasa nyeri dan berdenyut-denyut. Sebenarnya aku merasa amat terganggu dengan rasa sakit ini, selalu saja terjadi ketika aku merasa tertekan. Tapi yaudahlah, nanti juga sembuh sendiri.
Aku bangkit mengambil handuk. Lebih baik aku mandi saja lalu bersiap-siap ke kampus. Perkara dua orang itu agaknya kutinggal saja dulu. Hari ini h-2 pergantian tahun sekaligus kuliah terakhir sebelum ujian semester. Aku pengen menjalani hari ini dengan baik.
* * *
Malam pergantian tahun, 22.20...
Aku sedang dalam perjalanan pulang kerja. Kukayuh sepeda pelan-pelan. Ugh, capek banget....
Malam ini jalanan ramai banget, tapi aku tidak tertarik dengan keramaian itu. Di pikiranku cuma ada bayangan kasur dingin di kamar kost yang menunggu untuk kutiduri. Saat ini aku sudah terlalu capek untuk memikirkan mas Aris dan mas Endra. Pekerjaanku tadi amat menyita perhatianku dan sekarang tinggal keletihan yang kurasa. Aku ngerasa rilex bisa berhenti mengingat dua orang itu. Rasanya ringan.
Aku menyeberang jalan ke arah gang apokat tanpa menoleh lebih dulu. Biasanya jalanan ini sepi kalau sudah lewat jam 10 malam. Jalan selebar 5 meter biasanya aku lewati sendiri, serasa raja jalanan walaupun hanya naik sepeda.
Rupanya rasa capek dan kantuk sudah benar-benar bersarang di tubuh dan otakku. Aku lupa ini malam tahun baru dengan keramaian 3 kali lipat dari hari-hari biasa. Tanpa kusadari aku sudah nyelonong di tengah jalan dan kudengar klakson melengking dari belakangku. Suaranya menyakitkan. Aku sempat tertegun sejenak sebelum lampu yang menyilaukan itu melemparku ke udara dan menumpahkan teriakan dari mulutku.
Aku jatuh dengan kepala lebih dulu menapak aspal yang dingin. Kudengar beberapa suara lalu semuanya sunyi menenangkan.

Sementara itu pada waktu yang sama di dua tempat berbeda....

Sebuah mobil berhenti di parkiran kawasan pantai Kuta, Bali. Suasana menyambut tahun baru benar-benar terasa di tempat itu. Dari dalam mobil keluar 5 orang cowok sambil tertawa-tawa.
"Akhirnya kesampaian juga taon baruan di Bali. Huhuyyy...! Asyik bener...!!" kata salah seorang diantara kelima cowok itu. Rambutnya ikal cepak, cukup manis dengan gigi putih rapi berderet dan tubuh tinggi atletis. Namanya Tyan.
"Yoi...,nggak kebawa mimpi lagi deh.... Taon baruan di Bali, Cuy!! Ckckck...." sahut cowok lain di sebelah cowok ikal yang tubuhnya paling pendek, Doni.
Dua orang cowok itu tertawa lepas ditindih tawa kedua temannya yang lain.
"Kesempatan nyari cewek nih! Sukur-sukur bisa dapet bule!" kata si rambut lurus yang berjalan paling depan. Namanya Azis. Sembari menoleh ke belakang ia melanjutkan, "Aku ma Reno kan masih jomblo jadi masih legal nyari cewek. Ya nggak, Ren?"
Cowok yang dipanggil Reno hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Dia terlihat paling nyantai dengan celana pendek dan kaos oblongnya.
"Weih, kita juga masih legal kali! Selama nggak ketahuan berarti kita masih jomblo. Bener ngak Cuy?!" sahut Doni berapi-api.
"Ho'oh lah yow! Kita 11-12 deh. Nggak usah ngomongin status di sini. Deal?!" tukas Tyan yang sama-sama sudah punya cewek menengahi.
"Oke,oke. Tapi kekna kawan kita yang satu ini diem aja dari tadi. Ada apa, Ris? Gak seneng kau taon baruan bareng kami-kami ini? Atau kangen kau sama cewekmu di Jogja?" Reno angkat bicara setelah ketawa-ketiwi saja dari tadi, sembari merangkul kawan mereka yang kelima.Cowok yang dipanggil Ris itu,Aris lengkapnya, nampaknya memang diam terus. Seolah hanya menjadi pendengar setia saja.
"Enggaklah, aku seneng kok. Kapan lagi kita bisa taon baruan bareng di Bali kayak gini?!" Aris menjawab sambil merangkulkan kedua lengannya ke bahu kawan di sebelah kanan-kirinya.
"Yaudah, kita langsung masuk yuk!"
Dan kelima cowok itu memasuki sebuah cafe sambil tertawa-tawa tanpa mengetahui satu kejadian di depan geang apokat, Jogja.
Di tempat lain,terpisah 100 km dari Jogja tepatnya di kota kecil Ungaran, seorang cowok tertegun memandangi pecahan mug di depannya. Ia hendak membuat kopi untuk menemaninya menonton perayaan tahun baru di televisi. Tapi tampaknya ia harus mengambil mug baru karena mug itu terlepas dari genggamannya. Ada gurat kecewa di wajah cowok itu. Mug yang pecah itu adalah mug kesayangannya yang dulu dibuat kembar, satu untuk ceweknya. Dia lalu menunda membuat kopi. Dibersihkannya pecahan mug itu dengan sapu. Sepotong pecahan ternyata masih tertinggal di bawah meja, bergambar wajah manis Riesya, mantannya yang sedang kuliah di Jogja.

Jogja, 1 Januari 2010